BOGOR- (Ahad/17/10/21) IKPM Gontor Cabang Bogor dalam KANTIN (Kajian Rutin) suguhkan tema baru mengenai investasi bodong dengan menghadirkan Kasubbag Pengembangan PerbankanSsyari’ah Direktorat Regulasi dan Perizinan Perbankan Syaria’h di Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, Rudy Widodo yang merupakan alumni PMDG tahun 2003.
Kajian Rutin yang diadakan Divisi Dakwah dan Sosial di tiap bulannya, kali ini mengusung tema Investasi Sehat dan Bahaya Investasi Bodong yang menjadi terobosan baru dari tema-tema sebelumnya namun tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran islam. Seperti yang disampaikan Ketua Umum IKPM Bogor, Asep Rogia dalam sambutannya, “Organisasi atau lembaga yang tidak punya orientasi mendekatkan diri kepada Allah maka lebih baik dibubarkan saja, maka dari itu kita mengadakan kantin kajian rutin ini”, ujarnya tegas.
Rudy mengatakan bahwa kerugian dari investasi bodong atau ilegal dari tahun 2011-2021 telah sampai 117 triliun, “bukan 1-2 milyar saja, mencapai triliunan. Makanya ada namanya satgas waspada investasi, beberapa lembaga diantaranya OJK, Kemenag, Kepolisian, Kominfo membentuk satgas investasi untuk mengurangi investasi ilegal di Indonesia”, terangnya.
Ia pun menjelaskan hal-hal yang perlu diwaspadai saat ditawari investasi, pertama, mencari tahu kelegalannya, kedua, logis, “kalo misalnya legalitas belum bisa kita ketahui, maka pikirkan logis atau tidak logisnya, ada potensi keuntungan ada kerugian, dua hal itu seperti mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Berpikir logis merupakan satu instrumen yang sangat penting”
Alumni PMDG pada tahun 2003 itu pun menerangkan informasi mengenai ciri-ciri investigasi ilegal, diantaranya; pertama, klaim tanpa resiko sedangkam setiap investasi pasti ada resikonya. Kedua, memanfaatkan tokoh agama, publik figur atau tokoh masyarakat untuk menarik calon investor. Ketiga, keuntungan yang terjadi secara cepat. Keempat, menjanjikan bonus ketika mampu mengikutsertakan member baru, member get member.
Ia pun menyinggung penyebab investasi bodong yang sering terjadi, “Rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat, masyarakat yang menginginkan keuntungan secara cepat dan banyak dengan sedikit usaha, masyarakat yang mudah tergiur bunga tinggi, replikasi aplikasi digital yang hanya mengubah nama dan logo, serta promosi murah dan mudah di media sosial”. jelasnya panjang lebar.
(Amalia Hening A)